No Isi Artikel

 Amalan yang Dapat Bernilai

Ibadah Dengan Niat

Amalan yang dapat memiliki nilai ibadah , karena Anda melakukannya dengan niat yang baik ialah amalan rutinitas yang baik. Bila Anda melakukan amal rutinitas dengan niat yang baik, maka amalan tersebut bernilai ibadah. Namun bila Anda melakukannya karena sebatas rutinitas semata, tanpa memaksudkannya untuk meraih pahala, maka Anda tidak mendapatkan pahala darinya.

Dan yang dimaksud bernilai ibadah ialah Anda mendapatkan pahala dari rutinitas tersebut, tanpa mengurangi fungsi dan manfaat dari rutinitas Anda itu. Sebagai contoh; berhubungan badan dengan istri, adalah cara Anda untuk memenuhi kebutuhan biologis Anda. Namun bila Anda membubuhkan niat demi menjaga diri Anda dan istri Anda dari maksiat, tentu amalan ini mendatangkan pahala bagi Anda, tanpa mengurangi kepuasan Anda dari hubungan badan tersebut. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا

"Dan dengan melampiaskan syahwat birahimu engkau bisa mendapatkan pahala". Spontan para Sahabat bertanya keheranan, "Wahai Rasulullah, mungkinkah dengan melampiaskan syahwat birahi, kita mendapatkan pahala karenanya?' Rasulullah balik bertanya, "Apa pendapat kalian bila ia melampiaskannya pada perbuatan haram, bukankah ia berdosa ? Demikian pula sebaliknya bila ia melampiaskannya di jalan yang halal, maka tentu ia mendapatkan pahala." (HR. Muslim)

Imam Nawawi رحمه الله berkata, "Pada hadits ini terdapat dalil bahwa dengan niat baik, amalan mubah dapat bernilai ibadah. Hubungan badan -misalnya-bernilai ibadah bila dilakukan dengan niat memenuhi hak istri, atau memperlakukannya dengan cara yang baik sebagaimana yang Allah perintahkan. Demikian juga dengan tujuan mendapatkan keturunan yang shaleh, atau menjaga dirinya atau istrinya dari perbuatan haram. Dan bisa juga dengan maksud melindungi keduanya dari memandang hal haram, membayangkan, atau menginginkannya atau niat-niat baik yang lain." (Syarah Shahih Muslim oleh An Nawawi 7/92)

Kalau ini baru Anda ketahui, berarti selama ini, Anda rugi besar, karena begitu banyak amal rutinitas Anda yang dapat mengalirkan pahala, namun selalu Anda sia-siakan. Setiap pagi Anda makan dan minum, namun hanya sekedar menuruti selera perut semata. Andai Anda membubuhkan niat agar dapat kembali kuat sehingga bisa menjalankan ibadah, tentu segunung pahala dapat menjadi milik Anda.

Dengan demikian, niat-niat yang selama ini mendorong Anda melakukan berbagai rutinitas Anda, seakan-akan sia-sia belaka. Kepuasan biologis, kesenangan, refresing dan lainnya pastilah tercapai dari rutinitas Anda, baik Anda meniatkannya atau tidak. Namun tidak demikian dengan pahala dan keridhaan Allah عزّوجلّ. Tanpa niat yang baik nan tulus, Anda tidak mungkin meraihnya.

Sekali lagi renungkan! Anda memberi uang belanja kepada istri, tentu membuat mereka senang dan akhirnya setia kepada anda. Namun bila Anda membubuhkan niat menjalankan kewajiban yang telah diamanatkan oleh Allah kepada Anda sebagai suami, tentu ini akan menjadi amal ketaatan yang bernilai tinggi. Disamping istri Anda tetap senang dan dengan izin Allah semakin setia kepada Anda.

Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

 

“Sesungguhnya tidaklah engkau membelanjakan suatu harta demi mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau mendapat pahala darinya. Sampai pun sesuap makanan yang engkau berikan kepada istrimu. (Muttafaqun 'alaih)

Bila demikian, manakah yang lebih menguntungkan, memberi nafkah hanya sebagai rutinitas belaka, atau membubuhkan niat mengharap keridhaan Allah عزّوجلّ padanya ? Jawabannya, tentu yang kedua.