No Isi Artikel

QANA'AH, TELAGA YANG TAK PERNAH KERING

 

Manusia yang tidak memahami tujuan dan tabiat dunia, mereka akan dengan rakus mengumpulkan harta hingga melalaikan alam akhirat yang abadi, bahkan mereka tidak mengerti untuk apa ia menghimpun harta, padahal Allah عزّوجلّ berfirman:

وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal,"(QS. Al-A'laa [87]: 17).

Kemiskinan bukan perkara tercela dan bukan suatu hal yang harus disesali bila menimpa seorang hamba. Bisa jadi dengan kemiskinan Allah akan memuliakan dan mengangkat derajatnya bila diterima dengan hati lapang dan qana'ah. Sehingga jiwa terhindar dari sifat tamak, tidak berharap nikmat yang ada ditangan manusia, dan tidak rakus mengejar harta dengan menghalalkan segala cara. Demikian itu hanya bisa didapat dengan sikap qana'ah dan mencari harta hanya untuk memenuhi kebutuhan makanan dan pakaian."1

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

"Siapa yang merasa aman atas keluarganya, sehat badannya, ada sesuatu yang dimakan pada harinya maka seakan dunia menjadi miliknya."2

Qana'ah adalah harta simpanan yang tak pernah habis dan telaga kehidupan yang tak pernah kering mata airnya, sehingga Abu Hazm berkata: "Siapa yang mempunyai tiga sifat ini maka akan menjadi sempurna akalnya: orang yang mengenali dirinya, orang yang mampu menjaga lisannya dan orang bersikap qana'ah terhadap karunia Allah".3

Sebetulnya nikmat yang dikaruniakan Allah kepada hamba sangat banyak dan berlimpah tak terhingga.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jamlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. An-Nahl [16]: 18).

Ibnu Qayyim berkata, "Nikmat ada tiga macam: nikmat yang telah berhasil diraih dan dirasakan seorang hamba, nikmat yang sedang ditunggu kehadirannya, dan nikmat yang ada namun tidak dirasakan seorang hamba."4

Adapun rakus dan  tamak merupakan sifat yang ingat tercela dan lebih berbahaya ketimbang serigala yang sedang kelaparan dilepas pada seekor kambing, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

"Tidaklah ada dua serigala yang sedang kelaparan dilepas pada satu kambing maka masih lebih merusak orang yang rakus harta dan ambisi kedudukan (mengorbankan) agamanya."5

Dari Abdullah bin  As-Syikhkhir dari bapaknya sampai kepada Nabi bahwa beliau bersabda:

أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ قَالَ يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Beliau bersabda: 'Anak Adam berkata, 'Hartaku, hartaku'. Sebenarnya kamu tidak punya harta kecuali yang kamu sedekahkan suatu ketika menjadi simpanan, atau yang kamu makan suatu ketika menjadi kotoran, dan yang kamu kenakan berupa pakaian suatu ketika mengalami kerusakan."6

Pasrah dan tawakal kepada Allah menjadi solusi utama dalam menghadapi krisis ekonomi dan kehidupan serba kekurangan, serta kerja yang tidak menentu sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung, pergi pagi perutnya kosong pulang sore hari dalam keadaan kenyang."7

Sebagian ulama berkata, "Sifat rakus menghinakan penguasa dan sikap putus asa dari apa yang di tangan manusia membuat orang miskin terhormat."8

Sebagian ulama berkata, "Jika kamu bertanya kepada sifat rakus, 'Siapa orang tuamu?' Maka ia menjawab, 'Ragu terhadap takdir.' Jika kamu bertanya, Apa profesimu?' mak ia menjawab, 'Cari kehinaan.' Jika bertanya, Apa tujuanmu?' Maka ia menjawab, 'Tertahannya harapan.'"9

Tanda-tanda orang bahagia adalah, semakin tambah ilmu semakin rendah hati dan kasih sayangnya, semakin tambah amalnya semakin tambah rasa takutnya, semakin tambah umurnya semakin tambah kurang perasaan rakusnya, semakin tambah hartanya semakin tambah dermawan dan murah hati, dan semakin tambah tinggi jabatannya semakin dekat dengan rakyat.10

Pokok dari segala urusan adalah sabar dan pendek agan-angan. Hendaknya seorang hamba bersabar karena dunia hanya menunggu hari-hari yang sangat sedikit untuk meraih kenikmatan yang langgeng, seperti orang sakit bersabar dengan pahitnya obat untuk kesembuhan.11

Sementara, pemandangan yang ada sekarang adalah bagaimana tamaknya sebagian besar manusia terhadap dunia. Mereka pergi pagi-pagi mencari harta, bahkan dini hari sudah bertebaran di pasar-pasar. Shalat malam dan subuh, entah masih atau tidak dalam pikirannya.

Yang di kantor, yang di pabrik, terus saja asyik dengan pekerjaan lemburnya. Tukang pungli, tukang upeti, tukang tipu, tukang peras, dan segala pelaku maksiat terus saja berebut dunia. Mereka saling sikut, saling tendang, saling jegal takut rezekinya hilang atau dirampas orang. Mereka takut miskin, takut lapar atau hidup serba pas-pasan.

Penjaja syahwat terus saja terlena, mempercantik diri, memuluskan tubuh, mengumbar auratnya. Yang pelacur, yang artis, yang penari, yang foto model, yang peragawati terus saja beraksi tanpa malu-malu lagi. Mereka senantiasa bangga menciptakan jurus-jurus neraka, jurus ngebor, jurus patah-patah, jurus gergaji, dan entah jurus apa lagi, hanya untuk mengejar segepok recehan.

Perilaku mereka benar-benar merupakan cermin dari ketidaktahuan mereka akan tabiat dunia. Bukankah dunia itu seperti air laut? Semakin engkau meminumnya maka engkau akan semakin me rasa dahaga.

Bandingkanlah,    bagaimana    orang-orang    shalih bersikap terhadap dunia, dan bagaimana pula orang-orang awam begitu diperbudak oleh gemerlapnya  dunia dan isinya.

Bukankah dunia dan isinya pada ahirnya tidak lebih berharga dari bangkai anak kambing yang cacat? sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

"...Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah Ta'ala dari pada bangkai kambing ini, (HR. Muslim)



  1. Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 187.
  2. Hasan diriwayatkan Imam at Tirmidzi dalam Sunannya (2346).
  3. Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal 188.
  4. Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 246.
  5. Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2376), Imam ad-Darimi dalam Sunannya (2630), Imam Ahmad dalam Musnadnya (15734 dan 15724) dan lihat Shahihul Jami’ no: 5620.
  6. Shahih dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2958), Imam Ahmad dalam Musnadnya (16257, 16258, 16276 dan 16279), Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2352 dan 3345) dan lihat Shahihul Jami' no: 8132.
  7. Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2344) dan Shahihul Jami' no:5254.
  8. Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
  9. Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
  10. Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 225.
  11. Lihat Mukhtashar Minhajul Qasidiin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 190.