No Isi Artikel

MUQODDIMAH

 

Secara bahasa, hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allah عزّوجلّ. Oleh karena itu, hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa tunduk terhadap syari'at Allah عزّوجلّ. Adapun secara istilah syari'at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari'at.

Syaikhul Islam رحمه الله berkata, "Hawa nafsu asalnya adalah kecintaan jiwa dan kebenciannya. Semata-mata hawa nafsu, yaitu kecintaan dan kebencian yang ada di dalam jiwa tidaklah tercela. Karena terkadang hai itu tidak bisa dikuasai. Namun yang tercela adalah mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman Allah  عزّوجلّ:

يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Hai Daud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS. Shad/38: 26) (Majmu' Fatawa, 28/132)

Syaikhul Islam رحمه الله juga berkata, "Seseorang yang mengikuti hawa nafsu adalah seseorang yang mengikuti perkataan atau perbuatan yang dia sukai dan menolak perkataan atau perbuatan yang dia benci dengan tanpa dasar petunjuk dari Allah  عزّوجلّ" (Majmu' Fatawa, 4/189