No | Isi Artikel |
---|---|
HAWA NAFSU MENGAJAK KESESATAN
Allah عزّوجلّ berfirman: وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-An'am/6:119) Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata, "Ini adalah pembolehan dari Allah عزّوجلّ kepada para hamba-Nya, orang-orang Mukmin untuk memakan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama Allah عزّوجلّ. Yang terpahami (dari ayat ini) yaitu tidak boleh memakan semua sembelihan yang dilakukan dengan tanpa menyebut nama Allah عزّوجلّ, sebagaimana orang-orang kafir yang musyrik membolehkan mengkonsumsi bangkai dan semua sembelihan (yang dipersembahkan-red) untuk berhala (punden), atau lainnya. Kemudian Allah عزّوجلّ mendorong para hamba-Nya untuk mengkonsumsi sembelihan-sembelihan yang disembelih dengan menyebut nama Allah عزّوجلّ. Allah عزّوجلّ berfirman, yang artinya, 'Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya'. Yaitu, kecuali dalam keadaan darurat, maka ketika itu dibolehkan bagi kamu (untuk mengkonsumsi) apa yang kamu dapatkan. Kemudian Allah عزّوجلّ menjelaskan kebodohan orang-orang musyrik dalam pendapat mereka yang rusak tersebut, yaitu berupa pernyataan yang membolehkan memakan bangkai dan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama selain nama Allah عزّوجلّ. Allah عزّوجلّ berfirman, yang artinya, 'Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas'. Yaitu: Dia yang lebih mengetahui perbuatan mereka yang melampaui batas, kedustaan mereka, dan kebohongan mereka." (Tafsir Ibnu Katsir, 3/323) Termasuk mengikuti hawa nafsu adalah orang yang menolak syari'at setelah penjelasan datang kepadanya. Allah عزّوجلّ berfirman: فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Qashshash/28: 50) Allah عزّوجلّ juga berfirman: قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ Katakanlah, "Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS. Al-Maidah/5: 77) Syaikhul Islam عزّوجلّ berkata, "Barangsiapa mengikuti hawa nafsu manusia setelah mereka mengetahui agama Islam yang Allah amanahkan kepada Rasul-Nya untuk membawa agama itu dan juga setelah mengetahui petunjuk Allah yang telah dijelaskan kepada para hamba-Nya, berarti dia berada dalam kedudukan ini (yaitu sebagai pengikut hawa nafsu-pen). Oleh karena itu, para Salaf menamakan ahli bid'ah dan orang-orang yang berpecah-belah, orang-orang yang menyelisihi al-Kitab (al-Qur'an) dan Sunnah (al-Hadits) sebagai ahlul ahwa' (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu). Karena mereka menerima apa yang mereka sukai dan menolak apa yang mereka benci dengan dasar hawa nafsu (kesenangan semata-pen), tanpa petunjuk dari Allah عزّوجلّ". (Majmu' Fatawa, 4/190) |