No Isi Artikel

4.  Ibnul Jauzi

Yang paling menakjubkan dalam kembali pada kebenaran adalah apa yang diceritakan tentang Ibnul Jauzi رحمه الله bahwasanya dia beramal dengan sebuah hadits yang mengandung sebagian do'a setelah selesai shalat. Dia berkata, "Aku sudah mendengar hadits ini sejak kecil. Aku mengamalkannya sekitar tiga puluh tahun karena aku menganggap baik para periwayat haditsnya. Tatkala aku mengetahui bahwa haditsnya palsu, aku pun meninggalkannya. Ada orang yang bertanya kepadaku, 'Bukankah haditsnya digunakan untuk sesuatu yang baik?' Aku menjawab, 'Menggunakannya untuk suatu kebaikan harus sesuai dengan syari'at. Apabila kita ketahui bahwa haditsnya palsu dan dusta maka (berarti) sudah keluar dari syari'at!!'"1

5. Ibnul 'Arabi

Al-Imam al-Qadhi Abu Bakar Ibnul 'Arabi رحمه الله berkata dalam kitabnya Ahkam al-Qur'an: Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibn Qashim al-Utsmani, lebih dari sekali dia berkata, "Suatu hari, aku pernah datang ke kota Fusthat, maka aku mendatangi majelisnya Syaikh Abu Fadhl al-Jauhari. Aku mendengarkan ceramahnya di hadapan manusia. Di antara pelajaran yang aku dengar di awal majelis tersebut adalah: Nabi صلى الله عليه وسلم pernah menceraikan, men-zhihar, dan 'ila'. Tatkala Syaikh keluar, aku mengikutinya hingga ke rumahnya bersama jama'ah manusia yang lain. Di dalam rumah, kami berbincang-bincang dan mereka mengenalkan aku karena aku orang asing. Tatkala para jama'ah bubar, maka Syaikh memanggilku dan bertanya, 'Engkau orang asing di sini, apakah ada sesuatu yang ingin engkau sampaikan?' Maka aku berbicara hanya berdua saja dengannya, aku berkata, 'Hari ini saya menghadiri majelis Anda karena mengharap keberkahan dari Anda, dan saya mendengar bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم meng-'ila' dan Anda telah benar, Rasulullah men-thalaq dan Anda benar, dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم men-zhihar, dan yang ini tidak pernah terjadi. Dan tidak boleh terjadi, karena zhihar adalah ucapan yang mungkar dan dosa, dan hal itu tidak boleh terjadi pada diri Nabi صلى الله عليه وسلم!.' Maka Syaikh memelukku dan mencium kepalaku dan beliau berkata, Aku bertaubat terhadap hal itu. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wahai Sang Pengajar kebaikan.' Kemudian aku pulang. Esok harinya, aku berpagi-pagi untuk datang ke majelisnya, ternyata aku mendapati Syaikh telah datang terlebih dahulu dan duduk di atas mimbar. Tatkala beliau melihatku maka beliau bersuara dengan suara yang keras, 'Selamat datang, wahai Sang Guru, berikan tempat untuk guruku.' Maka seluruh manusia yang hadir menoleh dan melihat kearahku. Mereka semua berebutan mengangkatku dan membawaku sampai ke atas mimbar. Karena saking malunya, aku tidak tahu di tempat mana aku sekarang berada!! Masjid jami' saat itu penuh dengan manusia. Karena malu, seluruh tubuhku mulai berkeringat!! Lalu Syaikh mulai menghadap manusia dan berkata, 'Saya adalah guru kalian, dan ini adalah guru saya. Kemarin saya katakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم meng-'ila', men-thalaq, dan men-zhihar. Tidak ada seorang pun dari kalian yang faham akan hal ini dan tidak ada yang membantahku, maka dia mengikutiku sampai di rumah, dan berkata begini dan begitu'—Syaikh mengulang-ulang dialog yang terjadi antaraku aku dengannya—, 'Maka aku bertaubat dari ucapan yang aku katakan kemarin. Aku kembali kepada kebenaran. Barang siapa mendengarnya dari para hadirin maka jangan ditambahi, barang siapa tidak hadir maka yang hadir hendaknya memberi tahu. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.' Maka Syaikh mulai mendo'akan aku dengan do'a-do'a dan manusia mengaminkannya."

Ibnul 'Arabi رحمه الله mengomentari, "Lihatlah kisah ini, semoga Allah merahmati Anda, lihatlah bagaimana agama yang kuat ini, pengakuan terhadap ilmu kepada ahlinya di hadapan khalayak ramai, dari seorang yang telah mencapai derajat kepemimpinan dan sudah terkenal keilmuan dan kehebatannya, dia mengakui seorang asing yang tidak diketahui siapa dia, dan tidak diketahui dari mana dia. Contohlah kisah ini, niscaya engkau akan mendapat petunjuk."2



1.     Al-Maudhu'at, Ibnul Jauzi, 1/245.

2.     Ahkam al-Qur'an, Ibnul 'Arabi, 1/249.