Kitab Jenazah
Bab Ke- 1: Mengenai Jenazah dan Orang Yang Akhir Ucapannya. "Laa Ilaaha Illallah"
Ditanyakan kepada Wahab bin Munabbih, "Bukankah laa ilaaha illallah itu merupakan kunci surga?" Wahab menjawab, "Benar, tetapi tidak dinamakan kunci kalau tidak mempunyai gigi. Jadi, jika kamu datang dengan membawa kunci bergigi tentu kamu akan dibukakan, dan jika tidak demikian, pasti tidak dibukakan untukmu."[1]
629. Abdullah (bin Mas'ud) berkata, "Rasulullah bersabda (dengan suatu kalimat, sedang aku berkata lain. Nabi bersabda), 'Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia menyekutukan Allah dengan sesuatu (dalam suatu riwayat: Barangsiapa meninggal dunia sedangkan dia menyeru sekutu selain Allah), maka dia masuk neraka. Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun (dalam riwayat lain: Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia tidak menyeru kepada sekutu selain Allah), maka ia masuk surga."[2]
Bab Ke-2: Perintah Mengantarkan Jenazah
630. Al-Bara' berkata, "Nabi menyuruh kami dengan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh hal. Beliau menyuruh kami mengiringkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang dianiaya (dalam satu riwayat: membantu orang yang lemah dan menolong orang yang teraniaya, tanpa menyebut memenuhi undangan 7/128), melaksanakan sumpah, menjawab (dalam satu riwayat: menyebarkan 6/143) salam, dan mendoakan orang yang bersin. Beliau melarang kami dari tujuh hal yaitu bejana perak, cincin emas, sutra murni, katun campur sutra, dan sutra tebal (dan dalam satu riwayat: sutera tipis 7/124), (dan menaiki pelana sutra di atas keledai 7/48)."
631. Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya itu ada lima perkara. Yaitu, menjawab salam, menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan, dan mendoakan orang yang bersin."
Bab Ke-3: Melihat Wajah Mayat Apabila Ia Sudah Dibungkus dalam Kafannya
632. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Abu Bakar keluar[3] (dari sisi Nabi saw.), sedang Umar ingin menyatakan ucapannya kepada orang banyak. Lalu Abu Bakar berkata, "Duduklah, hai Umar." Umar tidak mau duduk. Abu Bakar berkata lagi, "Duduklah." Akan tetapi, Umar tetap tidak mau duduk. Kemudian Abu Bakar mengucakan syahadat. Orang-orang memperhatikan apa yang diucapkan olehnya, dan mereka tinggalkan Umar. Kemudian Abu Bakar berkata, "Barangsiapa di antara kamu menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tetapi, barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah[4] itu Maha hidup dan tidak akan pernah mati. Sesungguhnya Allah ta'ala berfirman, "Wa maa Muhammadun illa rasuulun 'sampai' syaakiriin." Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, aku melihat orang-orang itu seakan-akan tidak pernah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat ini, sehingga dibaca oleh Abu Bakar r.a.. Kemudian diterimalah ayat itu oleh orang-orang dari Abu Bakar. Maka, tiada seorang pun yang mendengar ayat itu dibaca, melainkan ia juga ikut membacanya."[5]
633. Ummul Ala' (dan dia adalah 8/77) seorang wanita Anshar yang berbai'at dengan Nabi saw berkata, "Ketika dilakukan pembagian untuk penempatan kaum Muhajirin dengan cara undian, maka jatuh undian bagi Utsman bin Mazh'un kepada kami (di perumahan, ketika orang-orang Anshar berundi untuk penempatan kaum Muhajirin). Lalu, kami tempatkan dia di rumah-rumah kami. Kemudian dia jatuh sakit yang membawa kematiannya di rumah itu, (lalu kami rawat dia). Setelah dia meninggal dunia, dimandikan, dan dikafani di dalam kainnya, maka masuklah Rasulullah. Kemudian aku berkata, 'Rahmat Allah pasti dicurahkan atasmu wahai Abu Saib, aku bersaksi bahwa Allah pasti memuliakanmu.' Lalu Nabi bersabda, 'Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa Allah pasti memuliakannya?' Aku menjawab, '(Aku tidak tahu, demi Allah), kutebus engkau dengan ayah (dan ibuku) wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang yang dimuliakan oleh Allah?' Beliau bersabda, 'Dia (demi Allah 4/265), telah meninggal dunia, dan demi Allah aku berharap semoga dia mendapatkan kebaikan. Demi Allah aku tidak tahu, padahal aku adalah utusan Allah, apa yang akan diperbuat terhadap diriku (dalam satu riwayat: terhadapnya[6]) dan terhadap kalian.' Maka, demi Allah, sesudah itu aku tidak pernah lagi menganggap suci terhadap seseorang." (Dia berkata, "Hal itu menyedihkan hatiku." Dia berkata, "Lalu aku tidur, kemudian aku bermimpi melihat mata air mengalir kepada Utsman. Kemudian aku datang kepada Rasulullah memberitahukan hal itu, lalu beliau bersabda, 'Itu adalah amalnya yang mengalir untuknya.'")
634. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika ayahku terbunuh, (dalam satu riwayat: dia berkata, 'Ayahku yang terbunuh pada hari Perang Uhud dengan diperlakukan sadis dan dibawa ke hadapan Rasulullah dalam keadaan sudah ditutup kain, maka aku ingin) membuka kain dari wajahnya dan aku menangis. Orang-orang melarangku. Kemudian aku hendak membukanya, tetapi kaumku melarangku, sedang Nabi tidak melarangku. Lalu Rasulullah memerintahkan supaya jenazah ayah diangkat. Bibiku Fathimah menangis (dalam satu riwayat: Nabi mendengar suara tangis seorang wanita, lalu beliau bertanya, 'Siapakah ini?' Orang-orang menjawab, 'Anak wanita atau saudara wanita Amr.') Nabi bersabda, 'Kamu menangis ataupun tidak, malaikat senantiasa menaunginya dengan akup-akupnya hingga kalian mengangkatnya.'"
Bab Ke-4: Orang yang Mengabarkan Sendiri Kematian Orang Lain kepada Keluarganya
635. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw memberitakan kematian Najasyi (Raja Habasyah 2/90) pada hari kematiannya. (Dan 2/91) beliau mengajak mereka keluar ke mushalla, (kemudian beliau maju ke depan 2/88), lalu mengatur shaf mereka (di belakang beliau) dan takbir empat kali. (Dan beliau bersabda, "Mintakanlah ampun kepada Allah untuk saudaramu." 4/246).
Bab Ke-5: Memberitakan Kematian Seseorang
Abu Rafi' berkata dari Abu Hurairah r.a., bahwa dia berkata, "Nabi bersabda, 'Mengapa kalian tidak memberitahukan kematian orang itu kepadaku?'"[7]
637. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ada seseorang meninggal, yang biasa dikunjungi Rasulullah waktu dia sakit. Dia meninggal malam hari, dan dikuburkan malam itu juga. Keesokan harinya, para sahabat mengabarkannya kepada Rasulullah. Kemudian beliau bertanya, 'Apakah yang menghalangi kalian untuk memberitahukanku?' Mereka menjawab, 'Hari sudah malam lagi pula gelap, kami tidak suka menyulitkan engkau.' Lalu beliau pergi ke kuburnya. Kemudian beliau shalat (gaib) atas orang yang meninggal itu."
Bab Ke-6: Keutamaan Orang yang Kematian Anaknya Lalu Ia Bersabar dan Ridha. Allah Berfirman, "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
638. Anas bin Malik r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak ada seorang muslim yang ditinggal mati oleh tiga orang anak nya yang belum balig kecuali Allah akan memasukkannya ke surga karena anugerah rahmat Nya kepada mereka.'"
639. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, 'Tiada seorang pun dari orang muslim yang ditinggal mati oleh tiga anaknya (yang belum balig)[8] lalu ia masuk ke dalam neraka, kecuali hanya sekadar waktu yang lamanya seperti membebaskan diri dari sumpah." Abu Abdillah mengatakan dengan mengutip firman Allah, "Tiada seorang pun dari kamu melainkan akan mendatangi neraka itu."
Bab Ke-7: Ucapan Seorang Laki-Laki kepada Orang Wanita di Kubur, "Bersabarlah."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang tercantum pada '93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-8: Memandikan Mayit dan Mewudhuinya dengan Air Bercampur Sidr
Abdullah bin Umar r.a. memberikan wangi-wangian sewaktu memandikan anak Said bin Zaid yang meninggal dunia. Ia membawa anak itu, menshalati, dan Abdullah bin Umar tidak berwudhu lagi.[9]
Abdullah bin Abbas berkata, "Orang Islam itu tidak najis, baik masih hidup maupun setelah meninggal dunia."[10]
Sa'ad (bin Abi Waqqash) berkata, "Kalau mayat itu najis, niscaya aku tidak akan menyentuhnya."[11]
Nabi bersabda, "Orang mukmin itu tidak najis."[12]
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah yang akan disebutkan sesudah ini.")
Bab Ke-9: Disunnahkan Memandikan dengan Hitungan Ganjil
640. Ummu Athiyah r.a. (seorang wanita Anshar yang turut berbai'at, yang datang ke Bashrah untuk mencari anak nya, tetapi tidak menemukannya 2/74) berkata, "Rasulullah masuk kepada kami ketika kami sedang memandikan putri beliau seraya bersabda, 'Mandikanlah dengan siraman yang ganjil, yaitu tiga kali, lima kali (tujuh kali), atau lebih banyak dari itu-jika kamu memandang perlu-dengan menggunakan air dan daun bidara. Berilah kapur barus di akhir kalinya.' Beliau bersabda kepada kami ketika kami hendak memandikannya, 'Mulailah dengan anggota badan bagian kanan dan anggota-anggota wudhunya. Jika telah selesai, maka beritahukanlah aku.' Ketika kami telah selesai, kami memberi tahu beliau. Lalu, beliau memberikan sarung beliau kepada kami seraya bersabda, 'Pakaikanlah (sarung ini) kepada nya.' (Dan beliau tidak menambah dari itu, dan aku tidak mengetahui putri beliau yang mana dia itu). Kami sisir dia (dan dalam satu riwayat: lalu kami ikat rambutnya) tiga ikatan. (Dan dalam satu riwayat: Ummu Athiyah berkata, 'Mereka uraikan rambutnya, kemudian mereka mandikan, lalu mereka ikat menjadi tiga.) (Sufyan berkata, 'Pada dua ubun-ubunnya dan dua tanduknya.' 2/75). Lalu, kami letakkan rambutnya ke belakang." (Dan Ayyub memperkirakan agar memakaikan pakaian beliau kepadanya. Begitulah Ibnu Sirin memerintahkan agar mayat wanita dikenakan padanya pakaian dan tidak dipakaikan sarung padanya).
Bab Ke-10: Mendahulukan Anggota-anggota Yang Kanan
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di atas.")
Bab Ke-11: Tempat-Tempat Wudhu Mayat
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-12: Apakah Orang Wanita Itu Boleh Dikafani dengan Sarung Lelaki
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-13: Memberi Kapur Barus pada Penghabisan Memandikan Mayat
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-14: Mengurai Rambut Wanita
Ibnu Sirin berkata, "Tidak terlarang mengurai rambut mayat."[13]
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-15: Bagaimana Cara Memberi Pakaian Mayat yang Bagian Dalam, Yakni yang Menempel pada Tubuh
Al-Hasan berkata, "Sobekan (potongan) kain yang kelima diikatkan pada kedua paha dan pangkal paha di bawah baju luar."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-16: Apakah Rambut Wanita Boleh Dijadikan Tiga Ikatan
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-17: Meletakkan Rambut Kepala Mayat Wanita ke Belakang
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-18: Kain Putih untuk Kafan
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 94.")
Bab Ke-19: Mengkafani dengan Dua Lembar Kain
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan dalam bab sesudahnya.")
Bab Ke-20: Memberikan Harum-haruman kepada Mayat
641. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika seorang laki-laki wukuf di Arafah bersama Rasulullah tiba-tiba ia jatuh dari kendaraannya, lalu lehernya patah. (Dalam satu riwayat: 'Dipatahkan lehernya oleh untanya, sedang kami bersama Nabi yang sedang ihram, lalu orang itu meninggal dunia.) Nabi bersabda, 'Mandikanlah dengan air dan bidara, dan kafanilah dalam dua kain (atau: kedua kainnya 2/217). Jangan kamu kenakan wewangian padanya, dan jangan kalian tutupi kepalanya. Karena, sesungguhnya Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan dia membaca talbiah.'"
Bab Ke-21: Bagaimana Orang yang Sedang Ihram Itu Dikafani
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas di muka.")
Bab Ke-22: Kafan yang Berupa Gamis yang Dijahit atau Tidak Dijahit, dan Orang yang Dikafani dengan Selainnya
642. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, anaknya (yang bernama Abdullah bin Abdullah 5/207) datang kepada Nabi saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku baju kurung engkau untuk mengkafaninya, shalatlah atasnya, dan mohonkan ampunan untuknya." Lalu Nabi memberikan baju kurung beliau seraya bersabda (kepadanya, "Apabila sudah selesai, maka 7/36) beritahukanlah kepadaku untuk aku shalati." Lalu ia memberitahukan kepada beliau. Maka, ketika beliau hendak menshalatinya, Umar ibnul-Khaththab r.a. menarik beliau seraya berkata, "Bukankah Allah melarang engkau menshalati orang-orang munafik?" (Dalam satu riwayat: "Engkau hendak menshalatinya padahal dia seorang munafik, sedangkan Allah telah melarangmu untuk memintakan ampun buat mereka?" 5/207). Beliau bersabda, "Aku di antara dua pilihan, yaitu Allah berfirman surah at Taubah ayat 80, 'Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau kamu tidak memohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka.'" Kemudian beliau bersabda, "Aku akan menambah lebih dari tujuh puluh kali." Ibnu Umar berkata, "Lalu beliau menshalatinya dan kami pun shalat bersama beliau." Maka, turunlah ayat 84 surah at Taubah, 'Janganlah sekali-kali kamu menshalatkan (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik." Maka, beliau tidak lagi mendoakan/menshalati mereka.
643. Jabir r.a. berkata, "Nabi datang kepada Abdullah bin Ubay setelah ia dikuburkan, lalu ia dikeluarkan. Beliau meniupkan ludah beliau kepadanya, dan beliau memakaikan baju kurung beliau kepadanya."
Bab Ke-23: Kafan dengan Selain Gamis
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada Bab 94.")
Bab Ke-24: Kafan Tanpa Serban
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang diisyarat kan di muka.")
Bab Ke-25: Kafan dari Seluruh Harta
Atha', az-Zuhri, Amr bin Dinar, dan Qatadah berpendapat demikian.[14]
Amr bin Dinar berkata, "Wangi-wangian dengan menggunakan sebagian dari keseluruhan harta."[15]
Ibrahim berkata, "Dimulai dengan kafan, lalu pembayaran utang, kemudian penunaian wasiat."[16]
Sufyan berkata, "Upah menggali kubur dan memandikan itu termasuk dalam kategori kafan."[17]
644. Ibrahim bin Sa'ad berkata, "Pada suatu hari dibawakan makanan kepada Abdur Rahman bin Auf (pada waktu itu ia berpuasa, dan hendak berbuka). Lalu, ia berkata, 'Mush'ab bin Umair terbunuh, dan ia lebih baik daripada aku. Ketika meninggal, tidak ada selembar kain pun yang dapat dipergunakan sebagai kafannya, melainkan hanya selembar kain bergaris yang dikenakan di tubuhnya. Jika ditutupkan pada kepalanya, maka kedua kakinya tampak. Jika ditutupkan pada kedua kakinya, maka kepalanya kelihatan.' Aku lihat Abdur Rahman bin Auf berkata, 'Hamzah juga terbunuh, (sedang dia) lebih baik daripada aku. Tidak ada yang dapat dijadikan kafan melainkan selembar kain bergaris yang sedang dikenakan di tubuhnya. (Kemudian dibentangkan kekayaan dunia kepada kami sedemikian rupa.' Atau dia berkata, 'Kemudian kami diberi kekayaan dunia sedemikian rupa.) Aku takut kalau-kalau telah disegerakan kepada kami kesenangan-kesenangan kami (dan dalam satu riwayat: kebaikan-kebaikan kami) di dalam kehidupan dunia sekarang ini.' Setelah itu Abdur Rahman menangis, (hingga dibiarkannya makanan itu)."
Bab Ke-26: Jika Tidak Didapatkan Melainkan Hanya Selembar Kain
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur rahman bin Auf di atas.")
Bab Ke-27: Jika Tidak Memperoleh Kafan Kecuali yang Dapat Menutupi Kepala atau Kedua Kakinya Saja, Maka Ditutupi Kepalanya Saja
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Khabbab bin Arat yang tersebut pada '64-AL-MAGHAZI/28-BAB'.")
Bab Ke-28: Orang yang Menyiapkan Kafannya Sebelum Meninggal Dunia pada Zaman Nabi, Lalu Beliau Tidak Melarangnya
645. Sahl (bin Sa'ad) r.a. mengatakan bahwa seorang wanita berselendang tenun yang ada tepinya datang kepada Rasulullah. (Lalu Sahl bertanya kepada orang banyak 7/82), "Apakah kalian mengetahui selendang itu?" Mereka menjawab, "Kain belud." Sahl menimpali, "Ya." Wanita itu berkata, "(Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku 7/40) menenun kain itu dengan tanganku, aku datang untuk mengenakannya kepada engkau." Nabi saw mengambilnya sebagai orang yang membutuhkannya, (lalu beliau mengenakannya). Kemudian beliau keluar kepada kami dan selendang itu dipakainya sebagai sarung. Lalu, si Fulan (dari kalangan sahabat) memandangnya baik-baik (tertarik kepadanya) seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kenakanlah kepadaku, alangkah indahnya." (Nabi menjawab, "Ya." Lalu beliau duduk di majelis sekehendak Allah. Kemudian beliau kembali, lantas melipatnya. Sesudahnya beliau mengirimkan kain itu kepada orang tersebut. Maka 3/14) ketika Nabi telah pergi, orang itu dicela oleh sahabat-sahabatnya dengan berkata kepadanya, "Kamu tidak berbuat baik. Nabi mengenakannya karena membutuhkan, kemudian kamu memintanya. Padahal, kamu mengetahui bahwa beliau tidak pernah menolak permintaan." Lelaki itu berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku tidak memintanya untuk aku pakai. Tetapi, aku minta kepada beliau untuk menjadi kafanku." (Dan dalam satu riwayat: "Aku mengharapkan berkahnya ketika dipakai oleh Nabi, mudah-mudahan aku nanti dikafani dengan kain itu pada waktu aku meninggal dunia.") Sahl berkata, "Maka, selimut (selendang) itu menjadi kafannya."
Bab Ke-29: Kaum Wanita Mengikuti Jenazah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu Athiyah yang tertera pada nomor 176 di muka.")
Bab Ke-30: Berkabungnya Wanita terhadap Orang yang Bukan Suaminya
Bab Ke-31: Ziarah Kubur
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang tercantum pada '93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-32: Sabda Nabi, "Mayat Itu Disiksa Sebab Ditangisi Keluarganya," Bila Ratap Tangis Itu Atas Anjurannya, Mengingat Firman Allah, "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
Nabi saw bersabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya."[18]
Kalau ratapan itu bukan atas anjuran si mayat (sewaktu hidup), maka hal itu menjadi tanggung jawab si pelaku sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Aisyah r.a. mengutip firman Allah, "Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."(Fathiir: 18)[19] Dan, seperti firman-Nya, "Jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun." (Fathiir: 18)
Tentang kemurahan untuk menangis kalau bukan ratapan, Nabi saw bersabda, "Tidak ada seseorang yang dibunuh secara aniaya melainkan anak Adam yang pertama juga turut menanggung dosanya. Pasalnya, dialah orang yang pertama kali melakukan pembunuhan."[20]
646. Usamah bin Zaid berkata, "Putri Nabi mengirimkan utusan kepada beliau. (Dalam satu riwayat: Aku berada di sisi Nabi, tiba-tiba datang utusan salah seorang putri beliau 7/211 dengan membawa pesan) bahwa anaknya meninggal (dalam satu riwayat: menghembuskan napas yang penghabisan 7/211, dan dalam riwayat lain: sampai ajalnya 8/176), maka datanglah kepadanya. Maka, beliau mengirimkan utusan untuk menyampaikan salam dan pesan, "Sesungguhnya bagi Allah apa yang diambil-Nya dan bagi-Nya apa yang diberikan-Nya. Segala sesuatu di sisi-Nya dengan waktu yang tertentu, maka (suruhlah ia 8/165) bersabar dan mengharapkan pahala." Kemudian ia mengutus kepada beliau seraya bersumpah agar beliau mendatanginya. Lalu, Nabi saw berdiri bersama Sa'd bin Ubadah, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, (Ubadah bin Shamit), dan beberapa orang lagi. Lalu dibawalah anak itu kepada Nabi (kemudian beliau dudukkan dia dipangkuan beliau 7/223), sedang napasnya tersengal-sengal seolah-olah girbah 'tempat air' dari kain usang yang kering, lalu kedua mata beliau berlinang. Sa'ad berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah ini?" Beliau bersabda, "Ini adalah kasih sayang yang dijadikan oleh Allah dalam hati hamba-hamba Nya (yang dikehendaki-Nya), dan Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang."
647. Anas bin Malik r.a. berkata, "Kami menyaksikan putri Rasulullah. Ia berkata, 'Rasulullah duduk di atas kubur. Lalu aku melihat kedua mata beliau berlinang. Beliau bersabda, 'Apakah di antara kalian ada orang yang tidak mencampuri[21] istrinya tadi malam? Abu Thalhah berkata, 'Aku.' Beliau bersabda, 'Turunlah (ke dalam kuburnya 2/93).' Kemudian ia turun di kuburnya, lantas menguburnya.'" Ibnul Mubarak berkata, "Fulaih berkata, 'Aku menganggapnya, yakni dosa.' Abu Abdillah (Imam Bukhari) berkata, "Kata liyaqtarifuu berarti hendaklah mereka berusaha."
648. Abdullah bin Ubaidillah bin Abu Mulaikah berkata, "Putri Utsman bin Affan meninggal dunia di Mekah dan kami datang hendak menghadirinya. Di sini datang pula Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Aku sendiri duduk di antara kedua orang itu atau aku duduk mendekati salah seorang dari keduanya. Kemudian ada orang lain yang baru datang dan langsung duduk di dekatku. Abdullah bin Umar berkata kepada Amr bin Utsman, 'Mengapa engkau tidak melarang menangis? Sebab, Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.' Ibnu Abbas r.a. berkata, 'Umar memang pernah mengatakan sebagian dari hadits itu.' Ibnu Abbas berkata, 'Aku pernah keluar untuk bepergian bersama Umar dari Mekah. Setelah kami berada di Baida' tampaklah di situ sebuah kafilah dengan beberapa ekor unta yang sedang bepergian dan jumlahnya lebih dari sepuluh ekor. Mereka sedang beristirahat di bawah pohon berduri. Umar berkata, 'Pergilah, perhatikanlah siapa rombongan itu.' Kemudian aku perhatikan, ternyata Shuhaib sebagai pemimpin mereka. Lalu saya memberitahukan kepada Umar, lalu dia berkata, 'Panggillah dia supaya datang kepadaku.' Kemudian aku kembali kepada Shuhaib dan aku berkata kepadanya, 'Pergilah menemui Amirul Mu'minin.' Ketika Umar terkena musibah (tusukan pisau yang menyebabkan kematiannya), Shuhaib datang sambil menangis dan berkata, 'Aduhai saudaraku, aduhai sahabatku!' Mendengar tangis Shuhaib itu, Umar berkata, 'Wahai Shuhaib, apakah engkau menangisiku, sedangkan Rasulullah telah bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena sebagian tangisan keluarganya (dan dalam satu riwayat: tangisan orang yang hidup 2/82) atasnya (dan dalam riwayat lain: di dalam kuburnya, karena diratapi).' Ibnu Abbas berkata, 'Pada waktu Umar sudah wafat, aku menyebutkan hal itu kepada Aisyah r.a., lalu ia berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Umar. Demi Allah, Rasulullah tidak mensabdakan bahwa Allah menyiksa orang-orang mukmin karena ditangisi keluarganya. Akan tetapi, beliau bersabda, 'Sesungguhnya orang kafir itu semakin bertambah siksanya karena ditangisi keluarganya.' Cukup bagimu Al-Qur'an (surah al-Fathiir ayat 18) yang mengatakan, 'Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.'" Ketika terjadi hal tersebut, maka Ibnu Abbas berkata, "Allah itulah yang membuat orang tertawa dan menangis." Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Demi Allah, Abdullah bin Umar tidak mengatakan sesuatu pun."
649. Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata, "Nabi melewati seorang wanita Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya. Lalu, beliau bersabda, 'Sesungguhnya mereka menangisinya, dan sesungguhnya ia sedang disiksa di dalam kuburnya.'"
650. Abu Burdah dari Ayahnya, berkata, "Ketika Umar terkena musibah, maka Shuhaib berkata, 'Aduhai saudaraku!' Kemudian Umar berkata, 'Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Nabi bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu di siksa karena ditangisi orang yang hidup.'"
Bab Ke-33: Tidak Disukai Meratapi Mayat
Umar r.a. berkata, "Biarkanlah mereka menangisi Abu Sulaiman,[22] asalkan tidak menaburkan tanah di atas kepala dan tidak berteriak-teriak."[23]
651. Al-Mughirah berkata, "Aku mendengar Nabi bersabda, 'Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah seperti berdusta atas seseorang yang lain. Barangsiapa yang berdusta atasku, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.' Aku (Mughirah) mendengar Nabi bersabda pula, 'Barangsiapa yang diratapi, maka ia disiksa sebab diratapi itu.'"[24]
Bab Ke-34: Bukan Termasuk Golongan Kaum Muslimin Orang yang Merobek-robek Pakaian (Ketika Ditinggal Mati Seseorang)
652. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Bukan dari golongan kami orang yang menampar-nampar (dalam satu riwayat: memukul-mukul 2/83) pipi, merobek leher baju, dan berseru dengan seruan jahiliah."
Bab Ke-35: Nabi Bersedih atas Kematian Sa'ad bin Khaulah
653. Sa'ad bin Abi Khaulah r.a. berkata, "Rasulullah menjengukku pada tahun Haji Wada' (ketika aku di Mekah 3/186) karena sakit keras yang menimpaku (apakah aku akan sembuh darinya menghadapi kematian 4/267). (Dan dia tidak suka meninggal dunia di negeri yang dia tinggalkan hijrah). Aku berkata, 'Sesungguhnya sakitku telah parah seperti apa yang engkau lihat, dan aku mempunyai harta, padahal yang mewarisi aku hanyalah seorang anak wanita. Apakah boleh aku mewasiatkan seluruh hartaku?' Nabi menjawab, 'Tidak.' Aku berkata (6/189), 'Apakah boleh aku sedekahkan dua pertiga hartaku? (dan aku tinggalkan sepertiganya? (7/6) Beliau bersabda, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Separo (dan aku tinggalkan separonya)?' Beliau menjawab, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Apakah boleh aku wasiatkan sepertiga dan aku tinggalkan dua pertiga untuknya?' Beliau bersabda, 'Sepertiga, dan sepertiga itu besar atau banyak. Karena engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan fakir, minta-minta kepada orang-orang. Sesungguhnya engkau tidak menafkahkan suatu nafkah dengan mengharapkan ridha Allah melainkan engkau pasti diberi pahala, (dalam satu riwayat: maka yang demikian itu menjadi sedekah bagimu), hingga apa yang engkau letakkan di dalam mulut istrimu.' Kemudian beliau meletakkan tangan beliau ke wajah beliau, lalu mengusapkan tangan beliau ke wajah dan tanganku, seraya berkata, 'Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, dan sempurnakanlah hijrahnya.' Maka, aku senantiasa merasakan dinginnya tangan beliau di dadaku hingga sekarang. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku ketinggalan oleh teman-temanku?' (Dan dalam satu riwayat: 'doakanlah agar Allah tidak mengembalikanku ke belakang lagi.' 3/187). Beliau bersabda, 'Sesungguhnya engkau tidak ketinggalan. Karena tidaklah engkau melakukan suatu amal saleh (dengan mengharapkan ridha Allah) kecuali engkau bertambah derajat dan ketinggianmu. Kemudian mudah-mudahan engkau tidak akan tertinggal (meninggal di Mekah) sehingga orang-orang itu mendapat manfaat denganmu dan orang-orang lain mendapat mudharat. Ya Allah, lestarikanlah hijrah sahabat-sahabatku dan janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (jangan Engkau jadikan murtad - penj.).'" Akan tetapi, orang yang merana adalah Sa'ad bin Khaulah yang diratapi oleh Rasulullah karena meninggal di Mekah. (Sa'ad berkata 7/160),[25] "Rasulullah bersedih atas kematiannya di Mekah." (Sufyan berkata, "Sa'ad bin Khaulah adalah seorang lelaki dari bani Amir bin Luai." 8/6).
Bab Ke-36: Larangan Mencukur Rambut Kepala Ketika Mendapat Musibah
Abu Burdah bin Abi Musa berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya di pangkuan seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak sesuatu pun tehadap wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari orang yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, orang yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah, dan orang yang merobek-robek pakaiannya ketika tertimpa musibah.'"[26]
Bab Ke-37: Tidak Termasuk Golongan Kami Orang yang Menampar-nampar Pipinya
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang tercantum pada nomor 652 di muka.")
Bab Ke-38: Larangan Mengatakan, "Celaka!" Dan Berseru dengan Seruan Jahiliah Ketika Mendapat Musibah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud di muka.")
Bab Ke-39: Orang yang Duduk Ketika Mendapatkan Musibah dan Tampak Adanya Kesedihan di Wajahnya
Bab Ke-40: Orang yang Tidak Menampakkan Kesedihan Ketika Mendapatkan Musibah
Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi berkata, "Keluh kesah adalah perkataan yang buruk dan persangkaan yang buruk." Nabi Ya'qub a.s. berkata, "Sesungguhnya aku hanya mengadukan kesusahan dan kesedihan hatiku kepada Allah."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tercantum pada '71-AL-AQIQAH/1-BAB'.")
Bab Ke-41: Kesabaran Itu Hanyalah pada Awal Kejadian
Umar berkata, "Alangkah baiknya memperoleh separo beban pada dua sisi lambung binatang tunggangan. Alangkah baiknya apa yang ada di antara beban dua lambung itu, yaitu, 'Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun' 'Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Nya.' Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (al-Baqarah: 156-157). Juga firman-Nya, "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (al-Baqarah: 45)
Bab Ke-42: Sabda Nabi, "Sesungguhnya Kami Bersedih karena Berpisah denganmu."
Ibnu Umar mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Air mata mengalir, dan hati pun bersedih."[27]
654. Anas bin Malik r.a. berkata, "Kami masuk bersama Nabi pada Abu Saif al-Qain (si pandai besi), suami wanita yang menyusui Ibrahim. Lalu, Rasulullah mengambil Ibrahim dan menciumnya. Sesudah itu kami masuk kepadanya dan Ibrahim mengembuskan napas yang penghabisan. Maka, air mata Rasulullah mengucur. Lalu Abdurrahman bin Auf berkata kepada beliau, 'Engkau (menangis) wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Wahai putra Auf, sesungguhnya air mata itu kasih sayang.' Kemudian air mata beliau terus mengucur. Lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya air mata mengalir, dan hati pun bersedih. Namun, kami hanya mengucapkan perkataan yang diridhai oleh Tuhan kami. Sungguh kami bersedih karena berpisah denganmu wahai Ibrahim.'"
Bab Ke-43: Menangis di Dekat Orang Sakit
655. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Sa'ad bin Ubadah mengeluhkan sakitnya. Lalu Nabi datang menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Mas'ud. Ketika beliau masuk kepadanya, ia sedang dikerumuni keluarganya. Nabi bertanya, 'Sudah meninggal?' Mereka menjawab, 'Belum wahai Rasulullah.' Lalu Nabi menangis. Ketika orang-orang melihat beliau menangis, mereka pun menangis pula. Beliau bersabda, 'Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak menyiksa karena air mata dan hati yang sedih, tetapi Allah menyiksa atau mengasihani karena ini.' Seraya menunjuk ke lidah beliau, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangis keluarganya atas mayit itu.' Umar biasa memukul orang yang menangisi mayat dengan tongkat, melemparnya dengan batu, dan menaburkan debu padanya."
Bab Ke-44: Larangan Berteriak-teriak, Menangis, dan Boleh Membentak Orang yang Berbuat Begitu
656. Aisyah r.a. berkata, "Ketika berita terbunuhnya Zaid bin Haritsah, Ja'far (bin Abu Thalib 5/87), dan Abdullah Ibnu Rawahah sampai kepada Nabi, beliau duduk dengan tampak susah, dan aku melihat dari balik pintu. Lalu, datanglah seorang laki-laki seraya mengatakan, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri Ja'far meratapi kematian suaminya. Lalu, beliau menyuruh untuk melarang mereka, maka laki-laki itu pergi. Kemudian datanglah ia (untuk kedua kalinya) seraya berkata, 'Aku telah melarang tetapi mereka tidak menaatinya.' Beliau menyuruhnya lagi untuk melarangnya. Kemudian lelaki itu pergi (untuk melarangnya). Lalu, ia datang lagi (untuk ketiga kalinya) seraya berkata, 'Demi Allah, mereka mengalahkanku atau mengalahkan kami-keraguan ini dari Muhammad bin Abdullah bin Hausyab-wahai Rasulullah.' Maka, aku menduga bahwa beliau bersabda, 'Taburkanlah debu ke dalam mulut mereka.' Aku berkata, 'Kepastian Allah atas kamu. Demi Allah, engkau tidak mengerjakan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadamu, dan engkau tidak berusaha menghilangkan kesedihan Rasulullah.'"
Bab Ke-45: Berdiri untuk Menghormati Jenazah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Amir bin Rabi'ah pada bab berikut.")
Bab Ke-46: Kapankah Seseorang Itu Duduk Jika Telah Berdiri untuk Menghormati Jenazah
657. Amir bin Rabi'ah r.a mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu melihat jenazah, jika dia tidak berjalan bersamanya, maka berdirilah sehingga membelakanginya atau jenazah itu mendahului dia, atau hingga jenazah itu diletakkan sebelum mendahului dia."
658. Abu Sa'id al-Maqburi berkata, "Kami bersama-sama mengantarkan jenazah seseorang, lalu Abu Hurairah memegang tangan Marwan. Kemudian mereka duduk sebelum jenazah diletakkan. Lalu Abu Sa'id datang, dan memegang tangan Marwan seraya berkata, 'Berdirilah. Demi Allah bahwa orang ini telah mengetahui bahwa Nabi melarang hal itu.'" (Dan dari jalan lain disebutkan: Beliau bersabda, "Apabila kamu melihat jenazah, maka berdirilah. Barangsiapa yang mengantarkannya, maka janganlah ia duduk sebelum jenazah itu diletakkan." 2/87). Lalu Abu Hurairah berkata, "Dia benar."
Bab Ke-47: Orang yang Mengantarkan Jenazah Jangan Duduk Sebelum Jenazah Diletakkan dari Bahu Para Pemikulnya. Jika Ada Yang Duduk Supaya Diperintahkan Berdiri
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Sa'id yang tercantum sebelumnya pada riwayat lain.")
Bab Ke-48: Orang yang Berdiri karena Jenazah Orang Yahudi
659. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Suatu jenazah melewati kami, lalu Nabi berdiri karenanya, dan kami pun berdiri. Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, jenazah itu adalah jenazah orang Yahudi.' Beliau bersabda, 'Jika kamu melihat jenazah, maka berdirilah!'"[28]
660. Abdur Rahman bin Abu Laila berkata, "Ketika Sahal bin Hunaif dan Qais bin Sa'ad sedang duduk-duduk di Qadisiyah, tiba-tiba lewat di hadapan mereka suatu jenazah. Lalu keduanya berdiri. Setelah itu dikatakan orang kepada mereka bahwa jenazah itu adalah jenazah dzimmi (bukan orang Islam). Mereka menjawab, 'Sesungguhnya (dalam satu riwayat: Abdur Rahman berkata, 'Aku bersama Qais dan Sahl r.a., lalu keduanya berkata, 'Kami bersama Nabi[29]) pernah pula lewat sebuah jenazah di hadapan Nabi, lantas beliau berdiri. Sesudah itu di katakan orang kepada beliau bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi. Maka, beliau bersabda, 'Bukankah ia manusia juga?'"
Ibnu Abi Laila berkata, "Abu Mas'ud dan Qais berdiri untuk menghormati jenazah."[30]
Bab Ke-49: Kaum Lelaki yang Membawa Jenazah, Bukan Kaum Wanita
661. Abu Sa'id al-Khudri r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila jenazah diletakkan dan orang-orang mengangkatnya di atas pundak mereka, jika jenazah itu baik, maka ia berkata, 'Cepatkanlah aku, (cepatkanlah aku, 2/103).' Dan, jika jenazah itu tidak baik, maka ia berkata kepada keluarganya, 'Wahai celakanya,[31] hendak ke manakah kalian pergi membawaku?' Segala sesuatu mendengarnya kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya, niscaya ia pingsan."
Bab Ke-50: Mempercepat dalam Membawa Jenazah
Anas r.a. berkata, "Jika kalian mengantarkan jenazah, maka berjalanlah di depannya, di belakangnya, di sebelah kanannya, dan di sebelah kirinya."[32] Dan yang lain berkata, "Dekat dengannya."[33]
662. Abu Hurairah r.a. mengatakan Nabi saw bersabda, "Segerakanlah mengantarkan jenazah. Jika jenazah itu baik, maka itu adalah kebaikan yang kamu ajukan (segerakan) kepadanya. Jika jenazah itu tidak demikian (tidak baik), maka itu adalah keburukan yang kalian lepaskan dari pundak-pundak kalian."
Bab Ke-51: Ucapan Mayat Sewaktu Berada di Keranda Mayat, "Cepatkanlah Aku!"
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Sa'id yang baru disebutkan di atas.")
Bab Ke-52: Orang yang Membuat Shaf Dua atau Tiga Shaf dalam Shalat Jenazah di Belakang Imam
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Jabir yang akan disebutkan di bawah ini.")
Bab Ke-53: Shaf-Shaf dalam Shalat Jenazah
663. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Telah meninggal dunia hari ini seorang laki-laki yang saleh, bangsa Habasyah. Karena itu, marilah kita shalatkan ia.' (Dalam satu riwayat: 'Maka, lakukanlah shalat atas saudara mu, Ashhamah.') Jabir berkata, "Lalu kami berbaris (di belakang beliau 4/ 246), lantas Nabi menshalatinya dan kami berbaris menjadi beberapa baris. Maka, aku berada pada baris kedua atau ketiga. Kemudian beliau bertakbir empat kali."
Bab Ke-54: Shaf Anak Anak Lelaki Bersama dengan Orang-orang Lelaki di Dalam Shalat Jenazah
664. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah lewat dekat sebuah kuburan yang baru semalam dikuburkan, (dan beliau bertanya tentang orang itu, "Siapakah ini?" Mereka menjawab, "Fulan." 2/93). Lalu beliau bertanya lagi, "Kapan mayit ini dikuburkan?" Mereka menjawab, "(Dikuburkan 2/90) tadi malam." Nabi bertanya, "Mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?" Mereka menjawab, "Kami kuburkan ia tengah malam yang sangat gelap. Karena itu, kami tidak mau membangunkan engkau." Nabi berdiri, dan kami berbaris di belakang beliau untuk shalat." Ibnu Abbas berkata, "Aku ketika itu berada di antara mereka, lalu beliau menshalatinya, (dan bertakbir empat kali)."
Bab Ke-55: Sunnahnya[34] Shalat Pada Jenazah
Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang shalat atas jenazah."[35]
Beliau bersabda, "Shalatlah atas jenazah sahabatmu."[36]
Dan, beliau bersabda pula, "Shalatlah atas jenazah Najasyi."[37]
Beliau menamakan semua ini dengan "shalat', padahal di dalam shalat jenazah ini tidak terdapat ruku, sujud, dan perkataan-perkataan. Di dalam shalat jenazah ini terdapat takbir dan salam.
Ibnu Umar tidak mengerjakan shalat jenazah melainkan dengan bersuci terlebih dahulu.[38] Ia tidak mau mengerjakan shalat tepat pada waktu matahari terbit dan terbenam.[39] Ia mengangkat kedua tangannya.[40]
Al-Hasan berkata, "Aku dapati orang-orang, dan yang lebih berhak terhadap jenazah mereka ialah orang-orang yang merelakan mereka terhadap kewajiban-kewajiban mereka." Apabila al-Hasan berhadats pada waktu (hendak) shalat Id atau shalat jenazah, dia meminta air, tidak bertayamum. Jika al-Hasan baru sampai ke tempat jenazah ketika orang-orang sedang menshalatinya, maka dia mengikuti shalat mereka dengan bertakbir.[41]
Ibnul Musayyab berkata, "Hendaklah orang bertakbir empat kali dalam shalat jenazah, baik pada waktu malam maupun siang, ketika dalam bepergian maupun ketika di rumah."[42]
Anas r.a. berkata,[43] "Takbir kesatu adalah sebagai pembukaan shalat." Dia berkata lagi, "Janganlah sekali-kali kamu shalat atas seseorang dari mereka (orang munafik) yang meninggal dunia."
Dalam shalat jenazah ini terdapat shaf-shaf dan imam.
Bab Ke-56: Keutamaan Mengantar Jenazah
Zaid bin Tsabit r.a. berkata, "Apabila Anda telah melaksanakan shalat (jenazah), maka Anda telah menunaikan kewajiban Anda."[44]
Humaid bin Hilal berkata, "Kami tidak melihat adanya izin untuk tidak mengurusi jenazah. Tetapi, barangsiapa yang telah menunaikan shalat (jenazah), kemudian ia pulang, maka ia mendapat (pahala) satu qirath."[45]
665. Nafi' berkata, "Diceritakan kepada Ibnu Umar bahwa Abu Hurairah berkata, 'Barangsiapa yang mengiringkan jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath.' Ibnu Umar berkata, 'Abu Hurairah terlalu banyak mengatakannya kepada kami.' Lalu Aisyah membenarkan Abu Hurairah seraya berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda begitu.' Kemudian Ibnu Umar berkata, 'Sungguh kami telah mengabaikan banyak qirath.'"
Bab Ke-57: Orang yang Menantikan Jenazah Sehingga Dikebumikan
666. Abu Sa'id al-Maqburi mengatakan bahwa dia bertanya kepada Abu Hurairah r.a., lalu Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang menyaksikan (menghadiri/melayat) jenazah seseorang hingga menshalatinya, maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa yang melayatnya lalu menshalatinya sampai dikebumikan, maka ia mendapatkan dua qirath.' Kemudian ditanyakan kepada beliau, 'Berapakah besarnya dua qirath itu?' Beliau menjawab, 'Seperti dua gunung yang besar-besar.'"
Bab Ke-58: Shalatnya Anak Anak Bersama Orang Banyak terhadap Jenazah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 664 di muka.")
Bab Ke-59: Mengerjakan Shalat Jenazah di Mushalla dan Masjid
Bab Ke-60: Dimakruhkan Membuat Masjid di Atas Kuburan
Ketika al-Hasan bin al-Hasan bin Ali meninggal dunia, istrinya membuat kubah di atas kuburnya selama satu tahun, kemudian dibongkar. Lalu, mereka mendengar seseorang berteriak, "Apakah mereka tidak menjumpai apa yang hilang itu?" Kemudian ada orang lain yang menjawab, "Bahkan mereka sudah putus asa, kemudian kembali."[46]
667. Aisyah r.a. mengatakan bahwa dalam keadaan sakit yang membawa kepada kematian, Nabi saw bersabda, "Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid." Aisyah berkata, "Seandainya tidak karena sabda itu, niscaya mereka menampakkan kuburan beliau. Hanya saja aku khawatir (dalam satu riwayat: beliau khawatir atau dikhawatirkan 2/106) kuburan itu dijadikan masjid."
Hilal berkata, "Urwah ibnuz-Zubair pernah menyindirku, padahal ia tidak dilahirkan untukku."[47]
Bab Ke-61: Menshalati Jenazah Wanita yang Meninggal karena Nifas
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Samurah bin Jundub yang tercantum pada nomor 184 di muka.")
Bab Ke-62: Di Mana Seseorang Berdiri Ketika Menshalati Jenazah Wanita dan Jenazah Lelaki
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Samurah bin Jundub di muka.")
Bab Ke-63: Takbir Shalat Jenazah Itu Empat Kali
Humaid berkata, "Anas shalat (jenazah) mengimami kami, lalu ia bertakbir tiga kali, kemudian salam. Maka, ditanyakanlah hal itu kepadanya. Lalu, ia menghadap kiblat, kemudian bertakbir yang keempat, dan salam."[48]
Bab Ke-64: Membaca al-Faatihah Ketika Shalat Jenazah
Al-Hasan berkata, "Hendaklah orang yang menshalati jenazah anak kecil membaca al-Faatihah, dan membaca, 'Ya Allah, jadikanlah ia sebagai pendahuluan (penjemput), tabungan, dan pahala bagi kami.'"[49]
668. Thalhah bin Abdullah bin Auf berkata, "Aku shalat di belakang Ibnu Abbas atas suatu jenazah, lalu dia membaca al-Faatihah.[50] Dia berkata, 'Agar mereka mengetahui bahwa itu adalah sunnah (jalan syara).'"
Bab Ke-65: Shalat Jenazah di Kuburan Sesudah Mayat Dikebumikan
Bab Ke-66: Mayat Dapat Mendengar Suara Sandal Para Pengantarnya
669. Anas r.a. mengatakan Nabi saw. bersabda, "(Sesungguhnya 2/102) manusia apabila diletakkan di dalam kuburnya, setelah teman-temannya berpaling dan pergi darinya[51] sehingga ia mendengar ketukan bunyi sandal mereka, lalu datanglah dua orang malaikat. Kemudian mereka mendudukkannya dan bertanya kepadanya, 'Apakah yang kamu katakan dahulu ketika di dunia tentang orang ini, Muhammad?' Adapun orang yang beriman menjawab, 'Aku bersaksi bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah.' Lalu dikatakan kepadanya, 'Lihatlah tempat dudukmu di neraka, Allah telah menggantikannya untukmu dengan tempat duduk di surga.' Lalu ia melihat keduanya (surga dan neraka). (Qatadah berkata, 'Dan diterangkan kepada kami bahwa orang itu dilapangkan di dalam kuburnya.') Adapun orang kafir atau munafik maka ditanyakan kepadanya, 'Apa yang engkau katakan mengenai Muhammad ini?' Ia menjawab, 'Aku tidak tahu. Aku dulu mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang.' Maka, dikatakan kepadanya, 'Kamu tidak tahu dan tidak mau membaca.' Kemudian ia dipukul dengan palu dari besi di antara kedua telinganya. Lalu, ia berteriak sekeras-kerasnya yang didengar oleh apa yang didekatnya selain jin dan manusia."
Bab Ke-67: Orang yang Ingin Dimakamkan di Bumi yang Disucikan (Mekah, Madinah, Baitul Maqdis) atau yang Semacamnya
670. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Malaikat pencabut nyawa diutus kepada Musa as.. Ketika malaikat itu sampai kepada Musa, maka Musa memukulnya dengan keras.[52] Lalu, malaikat itu kembali menghadap Tuhan dan berkata, 'Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menginginkan kematian.' Kemudian Allah mengembalikannya seraya berfirman, 'Kembalilah dan katakan kepadanya agar ia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan. Maka, baginya satu tahun pada setiap bulu yang tertutup oleh tangannya.' Musa bertanya, 'Wahai Tuhan, kemudian apa?' Allah berfirman, 'Kemudian meninggal dunia.' Musa berkata, 'Sekarang?' Lalu dia memohon kepada Allah ta'ala untuk mendekatkannya dari tanah suci sejauh sepelemparan batu. Seandainya aku (Rasulullah) di sana, niscaya aku tunjukkan kuburannya, di samping jalan pada (dan dalam satu riwayat: di bawah) onggokan pasir merah."
Bab Ke-68: Memakamkan Jenazah pada Malam Hari
Abu Bakar r.a. dimakamkan pada malam hari.[53]
Bab Ke-69: Mendirikan Masjid di Atas Kubur
671. Aisyah r.a. berkata, "Ketika Nabi sakit (yakni yang menyebabkan kematian beliau), ada sebagian di antara istri beliau menyebut-nyebut perihal gereja yang pernah mereka lihat di negeri Habasyah yang diberi nama gereja Mariyah. Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah datang ke negeri Habasyah. Kemudian mereka menceritakan keindahannya dan beberapa lukisan (patung) yang ada di gereja itu. Setelah mendengar uraian itu, beliau mengangkat kepalanya, lalu bersabda, "(Sesungguhnya 4/245) mereka itu, jika ada orang yang saleh di antara mereka meninggal dunia, mereka mendirikan masjid (tempat ibadah) di atas kuburnya. Lalu, mereka membuat berbagai lukisan dalam masjid itu. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada hari kiamat)."[54]
Bab Ke-70: Orang yang Masuk ke Dalam Kubur Wanita
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tertera pada nomor 647.")
Bab Ke-71: Shalat atas Orang yang Mati Syahid
672. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah mengumpulkan antara dua orang laki-laki yang terbunuh dalam Perang Uhud dalam satu helai kain. Kemudian beliau bersabda, 'Siapakah yang lebih banyak mengambil (hafal) Al-Qur'an?' Ketika ditunjukkan kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya ke dalam liang kubur (sebelum yang satunya. Jabir berkata, 'Maka, ayah dan paman dikafani dengan selembar kain bergaris' 2/94) dan beliau bersabda, 'Aku akan menjadi saksi bagi mereka pada hari kiamat nanti.' Beliau menyuruh untuk menguburk |